Jumaat, 6 Julai 2007

Pengurus

Ketua
AHMAD SAHAL HUMAMI
MA Hasyim Asy’ari Bangsri

Wakil Ketua
NUR ANNISA
SMP Negeri 1 Mlonggo

Sekretaris Jendral
NURUL RIZKY AMALIA
SMP Negeri 5 Jepara

Keuangan
DENI WIJAYANTI
MA Maftahul Falah Mlonggo


Departemen Penelitian, Kajian dan Pendidikan

Direktur
ARIF NUR EFFENDHI
SMK Negeri 1 Jepara

Divisi Penelian dan Kajian Informasi
NUR SYAFI’I
SANDI SULISTIONO
MAN Bawu
SMA Negeri 1 Mlongggo

Divisi Pelatihan & Pengemb. Ketrampilan
NUR CHOLIQ
SMA NU Kedung

Divisi Pusat Pendidikan Kepemimpinan
ANDRI MUSTOFA
MOH. SYAFI’I ROKHIM
SMA PGRI Jepara
MA NU Batealit

Departemen Pendampingan dan Pemberdayaan

Direktur
AHMAD JABIR
SMA Negeri Tahunan

Divisi Kompetensi Organisasi & Sekolah
TEGUH SANTOSO
NABILA EXA TALITA
SMA Negeri Pecangaan
MTs Negeri Bawu Jepara

Divisi Pengembangan Kompetensi Siswa
OPPI SOFIANTI
SMP Negeri 6 Jepara

Divisi Pengabdian Masyarakat
MOH. ROHANI
MURWANTI LAROSA
MA Masalikil Huda Tahunan
MA Matholiul Huda Troso


Departemen Jaringan Kerjasama dan Usaha

Direktur
RICO GUNAWAN
SMK Al Hikmah Mayong

Divisi Kerjasama antar lembaga
YAN AYU RISTANTI
SMA Negeri Nalumsari

Divisi Kerjasama Internasional
ASEP APRILLIA H.
SILMA NURUL AZKIA
SMA SULA 02 Kalinyamatan
SMP Negeri 1 Pecangaan

Divisi Pengembangan Usaha
FAIZATUL BAROROH
SMK Hasan Kafrawi Pancur


Departemen Media dan Informasi

Direktur
SITI RUQOYYAH
SMK Negeri 1 Jepara

Divisi Media Cetak
MUHAMMAD ZAKARIYAH
SMP Negeri 2 Jepara

Divisi Media Penyiaran
KIBTIYAH SRI RAHAYU
SMP Negeri 1 Jepara

Divisi Rumah Produksi
AFRIDA RIYANI TSANI
SITI KARIMATUL MUST.
SMP Darurrohman Kedung
SMP Negeri 1 Kedung

Divisi Media Jaringan
ANGGUN LAKSAMANA W.
SMA Negeri 1 Welahan

AD KOMEP

ANGGARAN DASAR
KOMITE MEDIA PELAJAR

BAB I
NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 1
1. Organisasi ini bernama Komite Media Pelajar Jepara yang selanjutnya disingkat KOMEP berkedudukan di Indonesia Propinsi Jawa Tengah Kabupaten Jepara.
2 KOMEP dapat mendirikan perwakilan di tempat – tempat lain apabila dipandang perlu oleh Dewan Pembina।

BAB II
W A K T U
Pasal 2
KOMEP ini didirikan terhitung sejak tanggal Tujuh Belas Juni Dua Ribu Tujuh ( 17 – 06 – 2007 )
KOMEP didirikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya।

BAB III
A Z A S
Pasal 3
KOMEP berazaskan Pancasila dan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun seribu sembilan ratus empat puluh lima (1945 )

BAB IV
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 4
Maksud dan Tujuan KOMEP ini adalah :
Ikut mewujudkan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Optimalisasi media dalam bidang pengembangan pendidikan sumber daya manusia untuk pemanfaatan sumber daya yang ada menuju masyarakat sejahtera berkeadilan.

BAB V
BIDANG GARAPAN
Pasal 5
KOMEP bergerak dalam bidang :
Penelitian, Kajian dan Pendidikan Sumber Daya Pendidikan
Pendampingan dan pemberdayaan potensi pendidikan
Pelaksanaan Kerjasama antar Institusi antar negara
Pengembangan Media dan Informasi pendidikan terhadap masyarakat

BAB VI
USAHA – USAHA
Pasal 6
1. Guna mencapai maksud dan tujuan tersebut dalam pasal 4, KOMEP melakukan usaha – usaha :
a. Melaksanakan perencanaan aktifitas jaringan dengan institusi pendidikan internasional untuk kerjasama di bidang pertukaran informasi pendidikan dan program kemitraan untuk pengoptimalan sumber daya di indonesia.
b. Melaksanakan pemberdayaan terhadap anak dan remaja melalui pendidikan berkesinambungan dalam bentuk training rutin, diskusi, lokakarya dan leadership.
c. Melaksanakan penelitian dan pengembangan terhadap sumber – sumber daya dan teknologi potensial di Indonesia.
d. Melaksanakan kegiatan media dan informasi pendidikan bagi masyarakat umum.
Usaha – usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan dan tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku.

BAB VII
KEKAYAAN DAN PENDAPATAN
Pasal 7
Kekayaan KOMEP ini terdiri dari :
Kekayaan pangkal sebelum KOMEP diaktakan;
Sumbangan tetap dan tidak tetap;
Hibah, hibah wasiat, wakaf dan pendermaan lainnya;
Investasi usaha Organisasi;
Bantuan – bantuan dan sokongan – sokongan yang tidak mengikat baik dari pemerintah, swasta, nasional maupun bantuan dari luar negeri;
f. Pendapatan – pendapatan lain yang halal.
2. Uang yang tidak segera dipergunakan untuk keperluan Komite disimpan atau dipergunakan menurut cara – cara yang ditentukan oleh Badan Pengurus.
Kekayaan – kekayaan tersebut digunakan untuk membiayai berbagai usaha Komite, sesuai dengan maksud dan tujuan serta asas Komite, sebagaimana tercantum dalam pasal 3 dan 4.

BAB VIII
KEANGGOTAAN
Pasal 8
Keanggotaan KOMEP adalah siswa tingkat SLTP dan SLTA diwilayah Kabupaten Jepara yang mempunyai komitmen untuk mengembangkan potensi dan kwalitas pendidikan melalui media.
Pengangkatan keanggotaan Komite harus memperhatikan :
Menyetujui Anggaran Dasar KOMEP
Merupakan siswa dari salah satu sekolah tingkat SLTP atau SLTA di wilayah Kabupaten Jepara
Memiliki potensi yang dapat dikembangkan dalam media pendidikan.
Mendapatkan rekomendasi dari organisasi siswa ditingkat sekolah setempat.
Anggota berkewajiban :
Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Menjunjung tinggi kebersamaan sebagai warga pendidikan,
Mengutamakan pemikiran ilmiah, kinerja kreatif dan aktif,
Mengembangkan potensi yang dimilikinya melalui media komite.
Anggota berhak :
Mendapatkan perlindungan atas partisipasinya dalam pendidikan,
Mengenyam pendidikan dasar dan menengah,
Mengikuti kegiatan – kegiatan yang diselenggarakan komite,
Berkreasi atas potensi yang dimilikinya,
Mendapatkan tanda keanggotaan dan penghargaan atas prestasi yang diperolehnya.
Keanggotaan KOMEP berakhir karena :
Lulus dari pendidikan tingkat SLTA
Atas permintaan sendiri
Meninggal dunia
Keputusan oleh Dewan Pembina atas tindakan yang dilakukan merugikan organisasi berdasar usulan sekolah yang bersangkutan dan Badan Pengurus KOMEP.



BAB IX
ORGAN ORGANISASI
Bagian Pertama
PEMBINA
Pasal 9
Pembina adalah organ Komite yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada Pengurus atau Penasehat.
Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
Keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar,
Penyelenggaraan Konggres,
Penetapan kebijakan umum organisasi berdasarkan Anggaran Dasar.
Pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan, dan
Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Komite.
Yang diangkat menjadi anggota Pembina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah orang perseorang sebagai pendiri komite dan atau mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota Pembina dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan komite.
Dalam hal komite karena sebab ataupun tidak lagi mempunyai Pembina, paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal kekosongan, anggota Pengurus dan anggota Penasehat wajib mengadakan rapat gabungan untuk mengangkat Pembina dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
Keputusan rapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai korum kehadiran dan korum keputusan untuk perubahan Anggaran Dasar sesuai dengan ketentuan dalam Undang – Undang yang berlaku.
Pasal 10
Anggota Pembina tidak boleh merangkap sebagai anggota Pengurus dan/ atau anggota Penasehat.
Pasal 11
Pembina mengadakan rapat sekurang – kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun.
Dalam rapat tahunan, Pembina melakukan evaluasi tentang kekayaan, hak dan kewajiban komite tahun yang lampau sebagai dasar pertimbangan bagi perkiraan mengenai perkembangan komite untuk tahun yang akan datang.

Bagian Kedua
BADAN PENGURUS
Pasal 12
Pengurus adalah organ yang melaksanakan kepengurusan komite.
Yang dapat diangkat menjadi Pengurus adalah anggota KOMEP yang memiliki pengalaman dan kemampuan di bidang organisasi berdasar hasil Konggres.
Pengurus tidak boleh merangkap sebagai Pembina dan Penasehat.
Pasal 13
Pengurus KOMEP dipilih melalui Konggres yang diadakan setiap 2 (dua) tahun sekali dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Susunan Badan Pengurus KOMEP terdiri dari :
a. Seorang Ketua
b. Seorang Wakil Ketua
c. Seorang Sekretaris Jenderal
d. Seorang Bendahara
Beberapa orang anggota
Dalam hal Pengurus sebagaimana ayat (4) selama menjalankan tugas melakukan tindakan yang oleh Pembina dinilai merugikan komite, maka berdasarkan keputusan rapat Pembina, Pengurus tersebut dapat diberhentikan sebelum masa kepengurusannya berakhir.


Pasal 14
1. Pengangkatan Calon Badan Pengurus dilakukan oleh Badan Pembina dengan memperhatikan:
Kwalitas dan komitmen orang perseorang terhadap kemajuan organisasi serta memiliki sumbangsih yang cukup besar terhadap organisasi lebih dari 1 tahun atau setidaknya pernah aktif pada kegiatan – kegiatan keorganisasian di sekolah menunjukkan prestasi kerjanya.
Yang bersangkutan mendaftarkan diri secara suka rela kepada Pembina baik secara tertulis maupun lesan yang dibuktikan komitmennya untuk jangka 2 tahun mendatang
Orang perseorang calon Badan Pengurus harus menyampaikan rencana kerjanya dihadapan Pembina untuk 2 tahun kedepan dan melakukan dialog terbuka dalam Konggres.
2. Keanggotaan Badan Pengurus berakhir karena :
a. Berakhirnya waktu yang ditentukan dalam pasal 12 ayat 1 diatas,
b. Atas permintaan sendiri
c. Meninggal dunia
d. Keputusan oleh Dewan Pembina atas tindakan yang dilakukan merugikan organisasi, atau berdasar usulan Pengawas maupun berbagai Departemen – Departemen sebelum yang bersangkutan menyelesaikan masa kepengurusannya.
3. Penggantian Pengurus antar waktu dilakukan oleh Dewan Pembina dengan memperhatikan :
a. Bahwa kekosongan di Badan Pengurus pada Ketua, harus digantikan oleh wakilnya. Kekosongan pada wakil ketua dan bendahara digantikan salah satu dari anggota Pengurus serta jika kekosongan pada sekretaris jenderal digantikan oleh salah satu dari direktur departemen.
b. Bahwa yang bersangkutan melaksanakan masa kerjanya dengan sisa waktu hingga berakhir masa kepengurusannya.
Pasal 15
Badan Pengurus berkewajiban mengusahakan tercapainya maksud dan tujuan komite tersebut diatas dan memelihara kekayaan komite dengan sebaik – baiknya, menurut peraturan – peraturan yang tersebut dalam Anggaran Dasar KOMEP.
Badan Pengurus mewakili organisasi didalam dan diluar Pengadilan, tentang segala hal dan kejadian dan ia berhak untuk mengikat komite kepada orang lain atau orang lain kepada komite dan dalam menjalankan pekerjaan itu, ia berhak untuk melakukan segala tindakan, baik tindakan pemilikan maupun tindakan pengurusan, dengan tidak mengurangi pembatasan yang diputuskan Pembina.
Wakil ketua dan anggota membantu pekerjaan ketua dan mewakili manakala Ketua berhalangan, dengan hak dan kekuasaan sama dengan ketua dengan ketentuan bahwa wakil ketua dan anggota – anggota harus selalu memberitahukan segala tindakannya kepada Ketua.
Sekretaris Jenderal bertugas mengatur secara administratif pelaksanaan dan kinerja Departemen - departemen.
Bendahara mengurus dan mengkoordinasikan pengelolaan keuangan pada departemen - departemen pelaksana organisasi dan mempertanggungjawabkan kepada Ketua Badan Pengurus
Pasal 16
Badan Pengurus diwajibkan mengadakan rapat sekurang – kurangnya sekali dalam tiga bulan atau setiap waktu jika dipandang perlu oleh ketua atau atas permintaan tertulis kepada ketua, oleh sekurang – kurangnya 1/3 (sepertiga) dari jumlah anggota Badan Pengurus.
Dalam semua rapat, ketua memegang pimpinan, jika ketua tidak hadir, pimpinan dipegang oleh wakil ketua.
Dalam hal tidak ditentukan lain, maka rapat Badan Pengurus Syah, jika dihadiri lebih dari separoh anggota Badan Pengurus.
Jika yang hadir tidak cukup, maka Ketua dapat mengambil rapat baru, secepat – cepatnya dalam waktu satu minggu setelah itu, dalam rapat mana diambil keputusan – keputusan dengan tidak mengingat jumlah anggota yang hadir.
Semua keputusan diambil dengan musyawarah
Dalam rapat, tiap anggota berhak mengeluarkan satu suara.
Jika suara yang setuju dan yang tidak setuju sama banyaknya, maka usul yang bersangkutan ditunda.
Pasal 17
Anggota Badan Pengurus tidak berwenang mewakili komite apabila :
Terjadi perkara di depan pengadilan antara komite dengan anggota Pengurus yang bersangkutan; atau
Anggota Pengurus yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan komite.
Dalam hal terdapat keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang berhak mewakili organisasi adalah Dewan Pembina.
Pasal 18
Anggota Badan Pengurus tidak berwenang :
mengikat komite sebagai penjamin hutang;
mengalihkan kekayaan komite kecuali dengan persetujuan Pembina; dan
membebani kekayaan komite untuk kepentingan pihak lain।

DEPARTEMEN DAN KOORDINATOR KECAMATAN
Pasal 19
Dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan usaha – usaha organisasi, Badan Pengurus dibantu oleh departemen – departemen dan Koordinator Kecamatan
Departemen – departemen KOMEP terdiri dari :
a. Departemen Penelitian, Kajian dan Pendidikan
b. Departemen Pendampingan dan Pemberdayaan
c. Departemen Jaringan Kerjasama dan Usaha
Departemen Media dan Informasi
Koordinator Kecamatan KOMEP terdiri dari 14 koordinator kecamatan meliputi :
a. Koordinator Kecamatan Nalumsari
b. Koordinator Kecamatan Welahan
c. Koordinator Kecamatan Mayong
d. Koordinator Kecamatan Kalinyamatan
e. Koordinator Kecamatan Pecangaan
f. Koordinator Kecamatan Batealit
g. Koordinator Kecamatan Tahunan
h. Koordinator Kecamatan Kedung
i. Koordinator Kecamatan Jepara Kota
j. Koordinator Kecamatan Mlonggo
k. Koordinator Kecamatan Bangsri
l. Koordinator Kecamatan Kembang
m. Koordinator Kecamatan Keling, dan
Koordinator Kecamatan Karimunjawa
Departemen dan Koordinator Kecamatan diangkat oleh Badan pengurus dengan persetujuan Dewan Pembina untuk jangka waktu 2 (dua) tahun, dan setelah itu dapat dipilih kembali.
Pasal 20
Depertemen Penelitihan, Kajian dan Pendidikan sebagai salah satu organ pelaksana organisasi yang bertugas merencanakan, melaksanakan kegiatan studi penelitian dan kajian – kajian inovasi dan pelaksanaan pendidikan pelatihan.
Departemen ini memiliki susunan manajemen terdiri dari :
Seorang Direktur Eksekutif
Seorang Manager Divisi Penelitian dan Kajian Inovasi
Seorang Manager Divisi Pelatihan Pengembangan Ketrampilan
Seorang Manager Divisi Pusat Pendidikan Kepemimpinan
Beberapa orang staff Departemen dan
Beberapa orang peneliti, fasilitator dan laboran
Dalam hal pelaksanaan kegiatannya departemen penelitian, kajian dan Pendidikan dapat melaksanakan kegiatan studi penelitian dan inovasinya bekerjasama dengan lembaga lain yang memiliki kesamaan visi untuk mewujudkan programnya.
Pasal 21
Departemen Pendampingan dan Pemberdayaan sebagai salah satu organ pelaksana organisasi yang bertugas melaksanakan kegiatan pendampingan dan pemberdayaan pengembangan sumber daya serta pendampingan anak dan remaja untuk upaya peningkatan kwalitas pendidikan peserta didik.
Departemen ini memiliki susunan manajemen terdiri dari :
a. Seorang Direktur Eksekutif
b. Seorang Manager Divisi Kompetensi Sekolah
c. Seorang Manager Divisi Kompetensi Siswa
d. Seorang Manager Divisi Pengabdian Masyarakat
e. Beberapa orang staff Departemen
Dalam hal pelaksanaan kegiatannya Departemen Pendampingan dan Pemberdayaan dapat melaksanakan kegiatan pendampingan dan pemberdayaan siswa bekerjasama dengan lembaga lain yang memiliki kesamaan visi untuk mewujudkan programnya

Pasal 22
Departemen Jaringan Kerjasama dan Usaha sebagai salah satu organ pelaksana organisasi bertugas melaksanakan kegiatan hubungan antar individu, lembaga maupun institusi pendidikan di luar negeri untuk kegiatan tukar menukar informasi maupun bentuk kerjasama lain yang bermanfaat bagi kelangsungan kegiatan organisasi.
Departemen ini memiliki susunan manajemen terdiri dari :
a. Seorang Direktur Eksekutif
b. Seorang Manager Divisi Kerjasama antar lembaga
c. Seorang Manager Divisi Kerjasama Internasional
d. Seorang Manager Divisi Pengembangan Usaha
e. Beberapa orang Staff departemen
f. Beberapa orang pemimpin unit usaha komite
Dalam menjalankan tugasnya departemen ini dapat mempunyai responden di beberapa wilayah di indonesia maupun di manca negara serta unit usaha untuk pengembangan komite.
Pasal 23
Departemen Media dan Informasi adalah salah satu organ pelaksana organisasi yang mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pendokumentasian, media dan penginformasian kepada masyarakat luas tentang berbagai kegiatan pendidikan dan sekolah.
Departemen ini memiliki susunan manajemen terdiri dari :
Seorang Direktur Eksekutif
Seorang Manager Divisi Media Cetak
Seorang Manager Divisi Media Penyiaran
Seorang Manager Divisi Rumah Produksi
Seorang Manager Divisi Media Jaringan
Beberapa orang staf departemen, dan
Beberapa orang informan dan wartawan
Dalam hal pelaksanaan kegiatannya Departemen Media dan Informasi dapat melaksanakan kegiatan pendokumentasian, media dan penginformasian pendidikan anak dan remaja bekerjasama dengan lembaga lain yang memiliki kesamaan visi untuk mewujudkan programnya
Pasal 24
Koordinator Kecamatan adalah pelaksana kegiatan pengkoordinasian anggota teritorial dan sekolah.
Koordinator Kecamatan memiliki susunan manajemen terdiri dari :
Seorang Koordinator Kecamatan
Seorang Sekretaris
Seorang Bendahara
Beberapa orang anggota.
Dalam hal pelaksanaan kegiatannya Tiap Koordinator Kecamatan dapat melaksanakan kegiatan seperti halnya yang dilakukan oleh Badan Pengurus dan Departemen serta mengkoordinasikan dengan siswa dari sekolah setempat dan melakukan kerjasama dengan memanfaatkan potensi lokal.
Pasal 25
Pengangkatan anggota Departemen dilakukan oleh Badan Pengurus dengan memperhatikan :
Kwalitas dan komitmen orang perseorang terhadap kemajuan komite serta memiliki profesionalisme di bidangnya.
Yang bersangkutan mendaftarkan diri secara suka rela kepada Badan pengurus secara tertulis dan dibuktikan komitmennya untuk jangka 2 tahun mendatang
Ketentuan mengenai persyaratan pengangkatan lainnya, pemberhentian dan pergantian diatur kemudian oleh keputusan Pembina.
Bagian Ketiga
P E N A S E H A T
Pasal 26
Penasehat adalah organ yang bertugas melakukan bantuan moril spirituail serta memberi nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan kegiatan komite.
Yang dapat diangkat menjadi Penasehat adalah orang perseorang yang mampu melaksanakan perbuatan hukum.
Penasehat tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengurus.
Pasal 27
Penasehat organisasi diangkat dan sewaktu – waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan Konggres.
Penasehat wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan organisasi, yakni :
Memberikan saran atau kritik, pertimbangan, motivasi, baik diminta maupun tidak kepada Badan Pengurus.
Sewaktu – waktu dapat menyampaikan pendapatnya kepada Badan Pengurus, yang diwajibkan untuk memperhatikan setiap pendapat dan atau petunjuk dari
Pasal 28
Penasehat diangkat oleh Pembina berdasarkan keputusan Konggres untuk jangka waktu selama 2 (lima) tahun
Pengangkatan Penasehat dilakukan oleh Badan Pembina dengan memperhatikan :
Kwalitas dan komitmen orang perseorang sebagai pemberi saran terhadap kemajuan komite serta memiliki sumbangsih yang cukup besar terhadap perkembangan komite.
Yang bersangkutan merupakan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pendidikan dan pengusaha yang berjiwa besar. Diusulkan baik oleh Pembina, Pengurus maupun pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan komite.
Orang perseorang yang diusulkan menjadi Penasehat harus mendapat persetujuan dari yang bersangkutan serta menyatakan kesanggupannya kepada Pembina.
Keanggotaan Penasehat berakhir karena :
Berakhirnya waktu yang ditentukan pada ayat 1 diatas,
Atas permintaan sendiri
Meninggal dunia
Keputusan oleh Dewan Pembina melalui konggres atas tindakan yang dilakukan merugikan komite, atau berdasar usulan Badan Pengurus Yayasan sebelum yang bersangkutan menyelesaikan masa jabatannya.
Tidak ada penggantian Penasehat secara mutlak antar waktu, sehingga sisa Penasehat yang ada masih melakukan fungsinya sama seperti penasehat lainnya.
BAB X
K O N G G R E S
Pasal 29
Konggres adalah wadah permusyawaratan tertinggi dalam KOMEP yang dilaksanakan selama 2 tahun sekali untuk menentukan:

Perubahan Anggaran Dasar KOMEP;
Penentuan Kepengurusan yang baru;
Penentuan Program Kerja.
Keanggotaan konggres adalah :
Semua Pengurus, Pembina dan Penasehat KOMEP;
Departemen dan Koordinator Kecamatan;
Perwakilan siswa dari semua sekolah.
Hasil konggres dapat dinyatakan syah apabila :
Dihadiri sekurang – kurang 50% plus satu dari jumlah peserta yang diundang
Keputusan akan hasil konggres sekurang – kurangnya tiga perempat dari peserta yang hadir.
BAB XII
PEMBUBARAN
Pasal 30
KOMEP bubar karena :
Tujuan komite yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah tercapai atau tidak tercapai;
Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan:
organisasi melanggar ketertiban umum dan kesusilaan;
tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit; atau
harta kekayaan organisasi tidak cukup untuk melunasi utangnya setelah pernyataan pailit dicabut.
Pasal 31
Dalam hal organisasi bubar karena alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 huruf a, Pembina menunjuk likuidator untuk membereskan kekayaan organisasi.
Dalam hal tidak ditunjuk likuidator, Pengurus bertindak sebagai likuidator.
Dalam hal organisasi bubar, organisasi tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali untuk membereskan kekayannya dalam proses likuidasi.
Kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada organisasi lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan organisasi yang bubar.
Dalam hal sisa hasil likuidasi tidak diserahkan kepada organisasi lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sisa kekayaan tersebut diserahkan kepada Bupati Jepara dan penggunaannya dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan organisasi tersebut.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
Anggaran Dasar ini hanya bisa dirubah oleh konggres.
Hal – hal yang tidak atau belum cukup diatur dalam Anggaran Dasar ini, akan diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga, yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar ini.
Segala hal yang tidak atau belum cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga diatur pada Keputusan Pembina dan Badan Pengurus.

Selasa, 3 Julai 2007

Menulisopinidimediamassa

Kalau kita baca-baca kembali halaman opini yang ada di setiap media massa, baik suratkabar maupun majalah, rasanya kita biasa-biasa saja. Tak ada yang istimewa. Kita sepertinya sudah tahu dengan pokok persoalan yang diulas oleh sang penulis. Kita menganggap rubrik “opini” adalah bagian integral dari media massa, sama halnya dengan rubrik lainnya macam “berita halaman satu”, “surat pembaca”, “iklan kecik”, “cerita bersambung” atau berita ringan seperti “tokoh dan peristiwa”.

Lantas apa istimewanya rubrik “opini” yang juga kerap disebut “kolom” itu? Rubrik yang juga disebut sebagai “artikel” ini sebetulnya adalah rubrikasi media yang umumnya diisi dan ditulis oleh orang luar. Isinya bisa berhubungan dengan berita utama. Tapi bisa juga sama sekali tak berhubungan. Rubrik ini biasanya diisi oleh berbagai macam orang dari berbagai macam latar belakang dan keahlian.

Dalam media massa yang berbentuk suratkabar, rubrik ini bisa dikenali dari kekhususannya pada letak halaman (editorial page). Pada halaman ini biasanya diletakkan bersamaan antara opini si pengelola media massa (tajuk rencana) dengan opini para “tokoh” masyarakat yang bisa berbeda nadanya. Sikap yang bertentangan ini dalam istilah jurnalistik disebut sebagai “opposite editorial”.

Secara historis, rubrik opini punya tempat terhormat dalam pers Indonesia. Rubrik ini dipandang sebagai sebuah forum dialog di mana anggota masyarakat bisa saling bertukar pikiran. Rubrik ini juga ikut membentuk aliran utama pemikiran intelektual yang tengah berkembang dalam masyarakat. “Opini” tak kalah pentingnya dengan informasi faktual yang sedang aktual. Sebab, lewat “opini”, sikap atau orientasi masyarakat yang dimunculkan oleh setiap penulis dapat lebih tegas tersalurkan, tak sekadar dikutip satu atau dua kalimat seperti halnya dalam sebuah berita. Di masa lalu, di jaman kolonial Belanda, "opini" merupakan sebuah medan perjuangan. Ia menyebabkan terjadinya berbagai perubahan di negeri ini.[1]

Isi “opini” bisa bermacam-macam. Mulai dari analisis, renungan atau pun sekadar komentar. Gaya penulisannya juga sangat bebas. Bisa humor, bisa reflektif, bisa kontemplatif. Mulai dari tulisan model Jaya “Kelirumolog” Suparna, Kyai Mustofa Bisri, Masdar Mas’udi, Nurcholis Madjid, Gus Dur, Arief Budiman, Onghokham, Mochtar Pabottingi hingga yang serius dan penuh istilah aneh macam Dr. Liek Wilarjo. Begitu juga yang menulis mulai dari penulis biasa, pakar bertitel doktor hingga seniman, guru swasta dan mahasiswa.


Manfaat Menulis Opini Sebagai Kegiatan Mengarang

Sebagaimana halnya kegiatan mengarang, menulis opini bukan hanya bermanfaat melainkan juga merupakan pekerjaan yang mempesonakan dan menggairahkan bagi penulisnya. Kegiatan mengarang bagi seorang yang telah mahir menimbulkan berbagai nilai yang merupakan penghargaan. Kegiatan mengarang sendiri merupakan rangkaian perbuatan dari mengolah gagasan hingga penyusunan kalimat, berbagai pengalaman dari pikiran yang cerah atau macet hingga perasaan gembira atau kesal. Kesemuanya dapat menimbulkan bermacam nilai yang mungkin akan memuaskan aneka kebutuhan seseorang.

Dari kegiatan mengarang, paling tidak akan menghasilkan 5 macam nilai antara lain:

Nilai kecerdasan. Dengan kian sering mengarang seseorang akan kian mudah menghubungkan buah pikiran yang satu dengan lainnya, merencanakan kerangka uraian yang sistematis dan logis, kian matang menimbang suata kata/istilah yang tepat, menambah daya pikir dan kemampuan imajinasi, sekaligus tingkat kecerdasan.

Nilai kependidikan. Seorang pemula yang terus mengarang walau naskahnya belum diterbitkan atau tulisannya berkali-kali ditolak sesungguhnya telah melatih diri menjadi seorang yang ulet, tabah dan tekun hingga akhirnya pada suatu saat akan mencapai keberhasilan. Setelah menjadi seorang pengarang yang berhasil, bila ia terus menulis maka ia berarti terus memelihara ketekunan kerja dan senantiasa berupaya memajukan diri. Ini merupakan nilai pendidikan yang tak bisa diperoleh di bangku sekolah manapun.

Nilai kejiwaan. Jika karena keuletan terus-menerus akhirnya tulisan bisa dimuat dalam media cetak terkenal atau diterbitkan menjadi buku oleh penerbit besar, maka si penulis akan mendapatkan kepuasan batin, kebanggaan pribadi dan kepercayaan diri. Semua ini akan menimbulkan kegairahan untuk terus berkarya dan mencapai kemajuan.

Nilai kemasyarakatan. Seorang yang berhasil dalam mengarang dan karyanya menjadi bahan pembicaraan masyarakat sekitarnya, namanya akan dikenal termasuk oleh para penerbit dan pemilik toko buku serta para pembaca. Kerap kali ia akan menerima surat pujian atau penghargaan dari orang-orang yang memperoleh manfaat dari tulisannya.

Nilai kefilsafatan. Salah satu gagasan besar yang digeluti para pemikir sejak dulu adalah keabadian. Jasad orang arif tidak pernah abadi, tapi pikiran mereka selalu kekal karena diabadikan melalui karangan yang mereka tulis. Ada pepatah yang mengatakan “segala sesuatu musnah kecuali perkataan yang tertulis”.


Apa Keuntungan Menulis Opini?
Pertanyaan ini kelihatannya sepele, namun ternyata tak bisa dibayangkan apalagi dijawab oleh orang yang tak pernah melakukannya. Yang jelas ada banyak keuntungan menulis opini dan dimuat di media massa terkemuka.

Anda tentu tak pernah membayangkan bahwa menulis opini secara teratur bisa menjadi sebuah profesi tunggal, apalagi di jaman resesi ekonomi sekarang ini.[2] Coba bandingkan honor seorang penulis sebuah opini di halaman IV Kompas yang honornya antara Rp 250 ribu – Rp 450 ribu dengan gaji pegawai negeri golongan III-a yang cuma sekitar Rp 300 ribu per bulan. Kalau kita bisa menulis secara teratur dan tulisan kita dimuat di halaman IV Kompas secara rutin, maka setiap bulan kita akan memperoleh penghasilan antara Rp 1 juta hingga Rp 2,2 juta. Angka ini melebihi gaji sebulan seorang pegawai negeri bertitel doktor yang berpangkat IV-d.

Selain kaya harta, tentu saja seorang penulis kolom akan jadi populer dan dikenal banyak orang. Coba bayangkan, orang bisa mengenal baik tokoh macam Romo Muji Sutrisno, Ariel Heryanto, Kwik Kian Gie, Mohammad Sobary, Wimar Witoelar, Yusril Ihza Mahendra, Mochtar Buchori dan lain-lain hanya dari tulisannya, tanpa pernah melihat wajah orangnya apalagi mengenalnya. Itu cuma gara-gara kita sering membaca tulisan mereka secara rutin. Memang, penulis opini yang baik dan tulisannya muncul rutin akan dengan cepat sekali diakrabi oleh pembaca.

Selain kaya dan terkenal, ada keuntungan yang lebih strategis yaitu punya ruang untuk mengembangkan polemik. Kerap kali masyarakat menganggap seorang penulis opini adalah pemikir dan intelektual. Ia mampu berbicara dan berpikir dengan sama baiknya. Karena itu penulis opini sering menerima berbagai undangan untuk jadi pembicara dan narasumber dalam ceramah atau seminar penting. Suara penulis opini sangat di perhatikan. Konsekuensi dari hal ini tentu saja dengan bertambahnya income dan hadiah yang diterima seorang penulis opini.

Bagaimana Menulis Opini?
Semua orang yang pernah bersekolah (bisa baca-tulis) bisa dipastikan akan bisa menulis dan menuangkan pikirannya. Tapi apa semua orang yang pernah bersekolah bisa menggagas pikirannya secara terorganisasi, menulis opini? Apa kah Anda yang pernah membuat puluhan makalah untuk kepentingan kuliah juga bisa menulis opini? Belum tentu!

Menulis opini ternyata butuh keterampilan khusus dan latihan secara terus-menerus. Untuk menulis opini (juga menulis cerpen dan puisi) seseorang harus memiliki sejumlah kemampuan antara lain merumuskan masalah dengan baik, berbahasa lugas, punya pengetahuan umum yang baik, serta barangkali yang agak penting adalah pemahaman filsafat. Kita bisa melihat misalnya kelebihan tulisan soal sepakbola Sindhunata atau Gus Dur dibanding dengan opini wartawan olahraga atau pengamat macam Ronny Pattinasarani. Muatan tulisan orang yang punya pengetahuan filsafat akan jauh lebih berbobot ketimbang orang yang yang tak memilikinya.

Mengenali media media juga hal penting. Sebab media massa di era industri pers ini betul-betul punya karakter yang khas dengan segmentasi yang ketat. Ada suratkabar, ada majalah, ada tabloid. Ada yang umum, ada yang khusus. Yang mana yang akan kita pilih. Itu pun masih dibagi-bagi ada anak-anak, remaja, dewasa dan orang tua. Masih lagi dibagi lelaki dan perempuan. Menulis opini untuk Kompas tentu saja akan beda dengan untuk Matra apalagi Kompas. Jangan kan itu, menulis untuk media yang berbeda, menulis untuk sesama koran pun macam Kompas akan berbeda dengan menulis untuk Republika.

Selain itu kita mesti mencermati bagaimana dan prasyarat apa saja yang harus dipenuhi agar sebuah tulisan opini bisa lolos sensor dan lolos seleksi dari tangan seorang redaktur opini. Berikut ini adalah tabel kriteria layak muat rubrik opini secara umum:

Pertanyaan
Jawab
Keterangan
Topik Anda aktual?
Ya
Aktualitas adalah prioritas utama. Prioritas bisa dikaitkan dengan momentum yang tengah terjadi di masyarakat, bisa juga dengan momentum sejarah. Misalnya menulis soal Kartini menjelang tanggal 21 April.
Bahasa Anda lugas, padat dan tak bertele-tele?
Ya
Redaksi akan membuang opini Anda meski gagasan Anda baik hanya karena bahasa Anda bertele-tele, mbulet dan tak jelas juntrungan logikanya. Tulisan Anda juga harus bisa menfungsikan tanda baca dengan baik.
Tulisan Anda mengandung hal baru, baik data maupun pandangan?
Ya
Banyak penulis baru berambisi memasukkan nama-nama besar dan pemikirannya dalam tulisannya, namun hasilnya tak lebih merupakan kumpulan kutipan atau cuma review saja. Upayakan juga agar data yang Anda gunakan cukup akurat.
Tulisan Anda tak terlalu berat dan teoritis, langsung menyentuh kehidupan banyak orang?
Ya
Harus dicamkan, bahwa opini harus bisa dibaca semua orang. Menulis teknis fisika atom, misalnya, jelas tak akan dimuat. Tapi menulis tentang sumbangan falsafah fisika atom bagi kemanusiaan kemungkinan besar akan bisa dimuat.
Tulisan Anda cocok dengan karakter pembaca?
Ya
Harap dicermati karakter media tempat Anda bakal mengiririmkan opini Anda. Karakter pembaca Kompas (sk umum) jelas berbeda dengan pembaca Nova (tabloid wanita). Karakter pembaca biasanya menyangkut bentuk media dan segmentasi pembaca.
Isu dalam tulisan Anda belum berlalu dalam mainframe besar?
Ya
Perhatikan isu-isu besar yang tengah terjadi di masyarakat. Jelas sekarang Anda tak mungkin menulis soal tatacara pemilihan anggota legislatif, sebab masa kampanye dan sidang umum telah berlalu.
Ide Anda orisinil?
Ya
Upayakan agar ide opini Anda memang orisinil. Hal ini untuk menghindari tuduhan plagiator. Juga jangan mengirimkan opini secara bersamaan ke media yang berlainan.
Masalah yang Anda kemukakan tak terlalu peka hingga bisa mengundang polemik berkepanjangan?
Ya
Sudah jelas Anda tak bisa menulis soal pembantaian suku Amungme di Irian oleh militer pasca-drama Mapenduma. Perhatikan ketentuan unsur pemberitaan SARA di sini.
Anda cukup tenar?
Ya
Ini adalah hal wajar. Redaksi akan lebih memilih big name ketimbang penulis pemula. Untuk itu penulis pemula harus selalu berusaha meningkatkan “jam terbang”nya.

Memilih judul sebuah tulisan opini ternyata juga butuh kiat tersendiri. Kita harus mengerti bahwa seorang redaktur suratkabar setiap harinya menerima puluhan tulisan yang mungkin secara umum bernada dan berisi sama. Artinya untuk bisa lolos seleksi sebuah opini harus bersaing mengalahkan puluhan opininya lainnya. Terus terang tak banyak redaktur opini yang bersedia meluangkan waktu untuk membaca semua kiriman opini yang diterimanya. Nah, tentu saja melihat nama besar penulis, pertama kali redaktur akan membaca secara sepintas tulisan yang diterimanya. Pilihan judul di sini berperan sangat penting.

Coba bandingan antara judul “Memprediksi Kemampuan Perekonomian Sebuah Negara Asia Tenggara Dengan Peringkat Korupsi Paling Tinggi Untuk Bangkit Dari Krisis Moneter: Studi Kasus Indonesia” dengan tulisan yang sama tapi berjudul “Gonjang-Ganjing Ekonomi Indonesia”. Mana yang lebih menarik? Jelas judul pertama adalah sebuah judul makalah, skripsi atau desertasi, bukan judul sebuah opini. Judul ke dua adalah sebuah judul yang menarik untuk sebuah opini.

Gunakan judul opini yang ringkas tapi padat. Judul sebaiknya terdiri atas 2 hingga 4 kata, jangan lebih. Idealnya adalah 3 kata saja. Judul opini yang baik adalah judul yang bisa menarik perhatian pembaca, menyimpulkan isi opini, melukiskan mood si penulis, memberi keringanan pada tipografi, membantu menentukan nada media yang bakal memuatnya. Kata dan imbuhan yang tak perlu dan berpotensi membebani kalimat bisa dibuang jauh-jauh. Upayakan juga kata lebih banyak terstruktur dalam “kata kerja” aktif dan “DM” (diterangkan-menerangkan) bukan struktur bahasa Barat “MD”.

Panjang tulisan untuk opini di suratkabar biasanya berkisar antara 3,5 – 5 halaman ketik spasi rangkap ukuran kuarto. Jangan lebih, karena tak akan dimuat. Atau kalau dimuat akan dipangkas habis. Untuk majalah dengan opini sepanjang 1 halaman panjang tulisan sekitar 2,5 hingga 3 halaman ketik spasi rangkap ukuran yang sama.

Sekadar “Menulis” Atau “Menulis Betulan”?
Sekarang kita tampaknya baru sadar, untuk membuat sebuah opini kita tak cukup hanya “menulis” tapi harus “menulis betulan”. Kita harus punya kesadaran bahwa begitu tulisan kita dimuat ia akan dibaca oleh ribuan orang, termasuk ratusan yang pakar dalam persoalan yang kita suguhkan. Selain kita harus mempunyai akurasi yang baik, setiap data, kutipan dan sumber yang kita gunakan harus betul-betul credible dan bisa dipertanggungjawabkan. Sekali salah, selain akan menderita rasa malu berkepanjangan, kita akan diblacklist oleh redaktur opini.

Seorang penulis opini idealnya harus bisa menggagas sebuah pikiran sehat tanpa perlu mencaci atau pun menghakimi, tidak terperangkap dalam sebuah keajegan, harus mampu membuat mikro maupun makroanalisis. Tulisan opini harus pintar tapi tak menggurui.

Dalam hal ini diperlukan latihan secara terus-menerus dengan mengirimkan setiap opini yang selesai dibuat ke media yang dipilih. Jangan berkecil hati bila opini Anda dikembalikan. Komentar dan respon yang akan dikirim balik oleh redaktur dari media bersangkutan pada umumnya berisi catatan kecil atas isi opini kita. Komentar tersebut bisa menjadi feedback yang sangat berguna untuk perbaikan tulisan dan bentuk penulisan di masa mendatang bagi seorang penulis pemula.

Jangan lupa mencoba membuat urutan prioritas media yang bakal kita kirimi opini kita. Ditolak dari sebuah media bukan berarti praktis tulisan kita memang tak layak muat atau harus diubah total. Jangan putus asa, ditolak di Kompas belum tentu ditolak di Suara Pembaruan begitu pula sebaliknya. Selain itu pada kenyataannya masih ada sejumlah media alternatif lainnya. Kalau ditolak di media ibukota barangkali juga perlu dicoba ke media daerah.

Bagaimana Agar Tulisan Bisa Dimuat?

Selain memiliki ketrampilan teknis tulis-menulis dan wawasan yang baik ternyata di redaksi juga ada sebuah birokrasi yang bisa menjegal opini kiriman penulis pemula. Untuk berhasil butuh kiat tertentu. Misalkan jangan sungkan-sungkan untuk mengirimkan tulisan Anda terlebih dulu pada teman, dosen dan pakar. Dengan rendah hati minta lah komentarnya. Komentarnya akan mengakomodasi sejauh mana kita melakukan perbaikan terhadap tulisan opini kita, komentar yang mereka berikan kerap memberi rasa percayaan diri pada penulis pemula.

Dan juga jangan segan, bila “kolega baru” Anda itu telah terbiasa menulis di media massa, minta lah rekomendasinya. Hal ini biasanya akan diperhitungkan oleh redaktur opini yang bersangkutan. Fungsikan “kolega baru” Anda itu untuk jadi pembuka jalan bagi karier baru Anda.

Bila Anda seorang penulis pemula, jangan lupa buat sebuah surat pengantar dengan mencantumkan kata-kata “dengan rendah hati, saya nyatakan kesediaan bahwa tulisan saya ini untuk diedit atau mengalami perubahan kecil asalkan tanpa mengubah maknanya”. Juga jangan lupa mengirimkan kopi identitas diri (biasanya KTP) juga. Pada amplop surat masukkan perangko balasan dan bubuhkan tulisan “Opini” di sisi kiri bawah. Jangan lupa pula, cantumkan alamat lengkap Anda di sisi atas depan amplop.

Bila Anda seorangt penulis pemula, upayakan untuk mengirimkan tulisan Anda dalam bentuk print out. Jangan berbentuk file disket atau digital yang dikirim melalui e-mail. Mengirim dalam bentuk file elektronik ke redaksi tanpa pernah mengetahui atau mengenali redaksi yang dituju adalah sama dengan mengirimkan paket tanpa pernah mencantumkan nama dan alamat yang dituju. Artinya, karangan kita bukan tak mungkin akan terlantas selama berhari-hari di salah satu komputer redaksi tanpa ada orang yang merasa bertanggungjawab untuk mengurus “paket” Anda. Dan jangan kaget, saat “paket” Anda ditemukan oleh redaktur yang bertanggungjawab atas pemuatan opini, “paket” (topik tulisan) Anda telah basi.

Untuk mereka yang tinggal di luar kota, perlu dicantumkan alamat atau nomer rekening bank untuk menerima pembayaran honorarium atas pemuatan tulisan kita. Tentu saja kalau sudah dimuat. Untuk yang dalam kota biasanya penulis harus mengambil sendiri di redaksi. Gunakan setiap kali ada kesempatan datang ke redaksi, untuk berkenalan dan menemui redaktur opini. Pelihara lah lobi dengan mereka, sebab mereka orang penting dalam profesi baru kita ini.

Jangan lupa untuk mencantumkan nama samaran (nickname), tentu saja bila diinginkan, dan menjelaskannya di kata pengantar. Namun nickname ini biasanya digunakan bila seseorang telah pernah menulis opini dan dikenal oleh redaktur opini media yang bersangkutan.[3]

Untuk pemula jangan mencoba menggunakan nama samaran yang aneh-aneh, misalnya: “Srigunting” atau “Si Cambuk Berduri”. Hal ini hanya akan jadi bahan tertawaan di kalangan redaksi saja. Apalagi bila tulisan Anda biasa-biasa saja. Pertimbangkan juga kesulitan yang bakal Anda temui saat harus menguangkan kiriman wesel dengan nama “Si Cambuk berduri”.***
Lampiran:
Gagasan
Pengarang

Cerita
Perbincangan
Lukisan
Paparan
Khayali
Faktawi
Puisi
Prosa
Infor-matif
Ilmiah
Dramatik
Epik
Lirik
Drama
Fiksi Ilmiah
Cerpen
Novel
Karangan
Kependidikan
Karangan
Penelitian
Kisah
Laporan
Ringkasan
Ulasan
Sejarah, bio- grafi, kisah perjalanan, dll
Roman, detektif, dll
Jurnalistik, jabatan, perusahaan, lap. Khusus, dll
Esai, kritik,
tinjauan, tajuk, dll
Naskah riset
Makalah
Artikel
Referensi
Didaktik
Kesarjanaan
1. Bentuk
2. Ragam
3. Jenis
4. Rumpun
5. Macam
Abstrak, sinopsis, iktisar, garis besar, risalah dll


[1]Banyak kaum jurnalis pada masa ini dihukum penjara karena tulisan mereka di rubrik opini, antara lain Mas Marco Kartodikromo, Tjipto Mangunkusumo, dr. Soetomo dan Ki Hajar Dewantara.
[2] Sesuai letter of suplemen IMF dengan Indonesia yang disepakati pada 6 April 1998, ekonomi Indonesia diramalkan akan terus jatuh. Inflasi bakal mencapai angka 44,3 persen dengan pertumbuhan minus 5 persen. Artinya akan ada angkatan kerja baru tak bakal bisa diserap, sementara PHK akan terjadi di mana-mana. Angka ini kini telah dikoreksi, inflasi pada 1998 mencapai angka 80% dengan pertumbuhan minus 18%. Nilai dolar Amerika yang dainya Rp 5 ribu/dolar AS pada akhir 1998 terkoreksi negatif hingga Rp 16.000/dolar AS. Kini pada Mei 2002, meski telah naik Presiden Megawati menggantikan Gus dur, nilai rupiah masih bertahan di kisaran sekitar Rp 8.900/Dolar AS.
[3] Ada banyak penulis atau pengarang mencirikan nama samaran dalam tulisannya secara berbeda-beda. Hal ini biasa digunakan oleh penulis yang ingin berjarak dengan pembacanya, sekaligus mengenal karakter tulisan tertentu pada pembacanya.

Kekerasan Media dan Reaksinya

Meski Departemen Penerangan telah dinyatakan bubar, para wartawan senior dan pengamat media di Indonesia menilai tak ada kemajuan yang berarti dalam pers Indonesia saat ini. Memang ada banyak media baru bermunculan, tapi dari sisi jurnalistik belum ada kemajuan yang signifikan. Media yang ada saat ini lebih banyak menampilkan “emosi” pengelolanya, ketimbang menampilkan fakta dan mengusut penyelewengan. Sebagian menyebutkan bahwa pers Indonesia tengah dihinggapi euforia yang menurunkan kualitas liputan jurnalistik.[2]
Dalam masalah pemberitaan suku-agama-ras-antar golongan (SARA) seperti tentang konflik Ambon, media besar lebih banyak memilih bersikap mengamankan diri dengan menjadi minimalis.[3] Banyak di antara pengelola media yang masih trauma dengan pengalaman masa lalu dimana pemerintah kerap “mengintervensi” kebijakan pemberitaan secara berlebihan. Hal ini ditambah kian maraknya aksi-aksi komunalisme terhadap kantor redaksi belakangan ini. Dengan demikian tendensi media untuk melakukan sensor diri kian menjadi kuat, meski ruang demokrasi sebetulnya lebih lebar.
Sejumlah wartawan dan media yang sadar pada kelemahan pers era pasca kontrol negara, berlomba mengembangkan ilmu jurnalisme penyelidikan (investigation jurnalism) dan jurnalisme pembuktian (provetic jurnalism) . Sementara sekelompok masyarakat memprakarsai munculnya lembaga pemantau media, lembaga pers ombudsman, dewan pers dan lembaga konsumen pers. Namun hal ini belum menunjukkan hasil yang berarti, karena wartawan selama puluhan tahun terlanjur tak terbiasa dengan pola penyelidikan. Mereka lebih banyak mengutip ucapan pejabat (sipil maupun militer) dan data resmi yang disodorkan aparat negara.[4]

Jurnalisme Omongan
Ada banyak wartawan muda berpendapat jurnalisme omongan sesungguhnya adalah sama dengan jurnalisme bohong. Setiap kali ada kerusuhan di Indonesia, aparat keamanan yang dimintai konfirmasi selalu cepat-cepat menjawab “keadaan sudah kembali aman, lancar dan terkendali”. Padahal pada kenyataannya, kerusuhan sama sekali belum bisa di”kendali”kan. Demikian juga sebelum jajak pendapat di Timor Timur, setiap kali memberikan konfirmasi perihal terjadinya pelanggaran hak asasi manusia atau terjadinya aksi penembakan oleh ABRI, setiap sumber Departemen Luar Negeri yang memberikan konfirmasi kepada wartawan adalah sumber kebohongan.
Kaidah pers “big name big news, no name no news” dalam paradigma wacana media di Indonesia, khususnya yang menyangkut pejabat, adalah mesin produksi berbagai anti-realitas. Contoh ekstrem yang bisa dikemukan di sini adalah pada 1970-an saat Presiden Soeharto berpidato menyatakan bahwa Indonesia telah bebas buta huruf, pers keesokan harinya memuatnya pernyataan ini sebagai headline dan tak pernah melakukan konfirmasi pada jutaan rakyat yang masih buta huruf.[5] Dengan bantuan media, ucapan presiden yang tadinya baru bertaraf “pernyataan” diubah menjadi “kenyataan”.[6] Upaya mengubah paradigma pernyataan-kenyataan ini didukung dengan diwajibkannya setiap desa membuat slogan “Daerah Kami Bebas-3B”.[7]
Dengan adanya kebiasaan pejabat untuk menutupi fakta sebenarnya, maka pers terbiasa mengutip kebohongan. Hal ini terlanjur jadi sesuat yang lumrah. Apalagi ada kewajiban dalam pers untuk menyajikan liputan secara berimbang (cover both side). Liputan penyelidikan dan pengumpulan data di lapangan bisa dimentahkan dengan bantahan dari pejabat yang apabila diturunkan akan mengundang risiko munculnya teguran dari sejumlah instansi yang berwewenang.[8]
Dalam beberapa kasus praktek, pers Pancasila juga menjadikan sejumlah kaidah jurnalistik macam “check and recheck”, “cover both side” dan “balancing reporting” bisa diartikan sebagai sebuah upaya “adu domba”, “menyudutkan pejabat tinggi” dan “upaya membongkar rahasia negara”.[9] Untuk mengeleminir kebohongan dari sumber resmi, umumnya pers Indonesia mencari suara lain dari kalangan akademisi atau pakar yang, selakanya, tak jarang kondisi obyektifnya bukan hanya tak menguasai data tapi juga tak menguasai persoalan.
Jurnalisme omongan yang lebih berorientasi pada pengejaran sumber-sumber pejabat tinggi negara dan militer sebagai dasar legitimasi “fakta kebenaran” berubah menjadi sebuah peresmian desas-desus, rumors dan mungkin juga cerita fiksi.[10] Di jaman Soeharto berkuasa, kalangan pejabat militer dan intelijen kerap melontarkan desas-desus dan tuduhan yang sama sekali mengada-ada. Dalam hal ini, contoh yang paling ekstrem adalah Peristiwa 27 Juli 1996. Saat itu, peristiwa yang sesungguhnya merupakan ekses dari penyerbuan aparat keamanan ke kantor PDI Pro Mega mengakibatkan kemarahan rakyat hingga mengamuk dan melakukan perusakan serta pembakaran gedung di sejumlah tempat di Jakarta dengan mudah diubah menjadi tanggungjawab tunggal kelompok Partai Rakyat Demokratik (PRD).
Dalam Kasus 27 Juli, pers mengutip semua ucapan pejabat tinggi militer dan intelijen sebagai kebenaran. Tuduhan bahwa PRD adalah kelompok komunis yang militan, gerombolan setan gundul,[11] dan kelompok pengacau keamanan dilansir berbagai media tanpa memberikan kesempatan pada PRD, para pendukung dan keluarga aktivis PRD untuk membela diri. Hebatnya, dalam situasi seperti ini beberapa media mengutip ucapan Kasospol ABRI, Letjen TNI Syarwan Hamid, yang mengatakan, “Saya bisa tahu bahwa mereka itu komunis hanya dari mendengar cara mereka bernyanyi atau bersiul.”[12]
Media dan wartawan saat itu seperti bungkam saat menerima “pengarahan” dan kebohongan versi militer, meski di antara wartawan banyak yang jadi saksi bahwa pelaku penyerbuan kantor DPP PDI adalah pasukan militer. Yang agak keterlaluan adalah majalah Gatra,[13] yang bukan hanya sekadar menurunkan wawancara tapi menggunakan akses dan kedekatan dengan kelompok militer untuk membuka semua file pemeriksaan dan interograsi militer yang mempersepsikan PRD sebagai kelompok komunis yang berbahaya.[14]
Pola kerja dan liputan berdasar pada omongan ini membuat news paper diplesetkan sebagai views paper. Artinya, media lebih memberitakan tentang persepsi atau pikiran ketimbang menghadirkan kenyataan sosiologis. Sebuah berita direkonstruksi berdasar ucapan dan pikiran para narasumber.

Kekerasan Media
Potensi kekerasan oleh media sangat besar. Selain pemelintiran fakta melalui praktek jurnalisme omongan, pembanjiran kata-kata dari sumber yang tak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya kecuali hanya bersandar pada lebitimasi jabatan; sejumlah media terbukti melakukan praktek kekerasan lainnya. Antara lain dengan menghadirkan headline serta judul pemberitaan yang berbeda (misleading) dengan isi pemberitaan dan kenyataan sebenarnya. Sejumlah media juga melakukan dramatisasi serta pengerasan fakta untuk mengobarkan rasa benci dan permusuhan. Pengutipan kata-kata dilakukan justru dengan memilih kata-kata narasumber yang paling keras dan paling kontroversial yang bisa menimbulkan konflik terbuka.
Kekerasan dengan cara yang berbeda dilakukan media dengan cara yang berbeda, yaitu dengan memperhalus kata-kata (eufemisme), bahasa dan fakta. Cara yang selain menimbulkan efek terhadap munculnya sejumlah kata-kata bermakna ganda ini juga menyebabkan masyarakat kehilangan kemampuan membaca fakta.[15]
Unsur subyektifitas (personal) pengelola media, ketakberesan pengambilan keputusan dalam redaksi, masuknya vested interes pimpinan media juga merupakan salah satu dari banyak penyebab tidak obyektifnya pemberitaan sebuah media.
Hak jawab yang ditonjolkan media sebagai hak pembaca yang merasa dirugikan kerap tak efektif. Banyak pihak merasa tak ada gunanya menyampaikan hak jawab atau mengirim sanggahan lewat surat pembaca, karena redaksi tak akan memuatnya. Atau kalau memuat, biasanya waktunya lama, setelah momentum perdebatkan lewat. Kerap juga permintaan maaf, pembetulan kesalahan tak bermakna apa-apa karena redaksi kembali mengulang menurunkan berita seperti kesalahan yang pertama kali dibuatnya.[16]

Selain kekerasan tekstual, media juga memiliki potensi kekerasan modal. Seperti diketahui umum, ada banyak pimpinan media yang berhasil membawa medianya sukses sebagai sebuah bisnis. Ada pula wartawan yang berkat medianya bisa menduduki sejumlah jabatan strategis dalam pemerintahan. Sejumlah wartawan juga berhasil masuk dalam kehidupan kalangan jet set. Mereka ini tentu saja memiliki kepentingan untuk mempertahankan apa yang telah mereka raih.
Sejumah pimpinan media ada yang melihat media yang dipimpinnya tak lebih dari sebuah komoditi ekonomi. Dengan demikian, bukan tak mungkin pelunakan dan pengerasan fakta bukan tak mungkin lebih merupakan strategi pemilik media untuk mengamankan aset atau menaikkan tiras media yang dikelolanya.[17]

Kekerasan komunalis terhadap media yang marak belakangan, yang bebeda dengan kekerasan komunal sebelumnya, barangkali bisa dimengerti bila dikaitkan dengan kefrustasian dan ketidakberdayaan sebagian masyarakat pada cara pemberitaan serta kebijakan redaksi media yang tak memberikan tempat yang cukup pada suara masyarakat dan fakta sebenarnya.
Instutusi media sendiri, yang puluhan tahun di bawah Orde Baru dihilangkan watak dan karakternya, kini banyak yang tengah mengalami krisis. Mulai krisis kepercayaan diri hingga krisis orientasi. Mereka mencoba kembali mempersepsikan tentang apa itu “Orde Baru”, “Integrasi Timor Timur”, “GPK Aceh”, “OPM di Papua”, “Peristiwa 1965” dan sebagainya.***

[1] Dibuat untuk keperluan seminar “Media Pers dan Fenomena Kekerasan Publik” yang diselenggarakan Program Media Watch dan Civic Education Kippas Medan di Hotel Danau Toba Internasional, Medan, pada 3 Agustus 2000.

[2] Gagalnya media menyajikan informasi yang benar dan presisi pada pembacanya ini bisa dilihat pada pemberitaan mengenai sakitnya mantan Presiden Soeharto saat kena serangan stroke pada Juli 1999. Riset mengenai hal ini bisa dilihat: Stanley, “Soeharto Sakit, Akses Media Macet” dalam jurnal Pantau Edisi 09/Maret-April 2000.

[3] Dua media terkemuka yang perlu dikemukakan di sini adalah Kompas dan Suara Pembaruan yang nyaris tak menyodorkan berita yang lengkap pada pembacanya. Lihat:

[4] Pengamat media menyatakan para wartawan di Indonesia sebih banyak mempraktekkan talking jurnalism, yaitu jurnalisme omongan yang lebih merupakan kutipan atas pernyataan seorang pejabat dan counter pakar atas pernyataan tersebut, atau sebaliknya.

[5] Hal seperti ini terjadi berkali-kali selama Orde Baru, antara lain ketika Soeharto menerima penghargaan dari Badan Pangan Sedunia atas “keberhasilannya” memimpin bangsa Indonesia keluar dari ketergantungan import beras dan berhasil sukses berswasembada beras. Terakhir ketika Soeharto terkena serangan stroke pada akhir 1997.

[6] Dalam kajian teoritis, pencampuradukan dan perekayaan antara kepalsuan dan realitas ini dikenal sebagai simulacra atau hiper-realitas. Dan bahkan ada kecenderungan media di jaman Orde Baru bukan hanya menciptakan simulacra melalui ucapan pejabat, tapi juga telah menghadirkan wacana yang berkaitan dengan penciptaan pengetahuan palsu dan kebenaran semu di masyarakat yang lebih dikenal sebagai pseudosophy.

[7] Kepanjangan dari “buta aksara, buta huruf, buta angka; namun oleh masyarakat diplesetkan menjadi “buta ijo, buta terong dan buta cakil” . Buta ijo dan buta terong merupakan tokoh raksasa jahat dalam cerita rakyat di Jawa. Sedangkan buta cakil adalah tokoh wayang yang mewakili watak kejahatan.

[8] Para era Orde Baru, redaksi media massa mendapat kontrol yang sangat kuat hingga muncul sinyalemen bahwa dalam model pers Indonesia yang kondang disebut sebagai pers Pancasila, sesungguhnya pemimpin redaksi adalah bagian dari “otak” Departemen Penerangan dan Mabes ABRI jadi pusat seluruh kebijakan redaksional yang sebenarnya.

[9] Pelajari kembali alasan pembredelan sejumlah media di masa Orde Baru, mulai dari Indonesia Raya hingga Tempo, Editor dan DeTIK pada 21 Juni 1994 yang diawali dengan pidato Soeharto tentang adanya indikasi mengadu-dombapejabat tinggi negara.

[10] Pada awal kekuasaan Orde Baru, Soeharto juga menggunakan dua media yang dikuasai tentara yaitu Angkatan Bersenjata (The Army) dan Berita Yudha (War News) untuk mengobarkan propaganda semangat anti-komunis dengan cara menyebarkan kebohongan tentang kekejaman dan penyiksaan yang dilakukan organ perempuan yang jadi onderbouw Partai Komunis Indonesia (PKI), Gerwani ketika membunuhi “Tujuh Jendral Revolusi “ satu demi satu. Cerita tentang tarian telanjang “harum bunga”, pesta seks (orgy), penyiletan penis para jendral (sado-masochist) merupakan sebuah cara untuk menciptakan kebencian rakyat terhadap kelompok ini, yang memiliki kekuatan untuk menggerakkan kemarahan “rakyat” yang berakibat (jadi alasan) terjadinya pembunuhan massal terhadap jutaan orang sepanjang tahun 1965-1968. Lihat: Stanley, “Penggambaran Gerwani Sebagai Kumpulan Pembunuh dan Setan: Fitnah dan Fakta Penghancuran Organisasi Perempuan Terkemuka”, paper yang disampaikan pada seminar Pra-Kipnas “Memandang Tragedi Nasional 1965 Secara Jernih” yang diselanggarakan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) di Kampus Puspitek Serpong pada 8 September 1999.

[11] Sebutan ini dilansir Soeharto kepada para wartawan dalam temu wicara pada 24 Juni 1996 di Jakarta saat menjelaskan tentang aktivitas “orang-orang PRD” yang memberikan dukungan kepada pendukung Megawati di Kantor PDI di Jl. Diponegoro, Jakarta.

[12] Lihat: Terbit dan Republika, 1 Agustus 2000.

[13] Majalah ini dikelola Herry Komar dkk, mantan awak Tempo yang dibredel pada 21 Juni 1994. Kelompok ini dianggap para wartawan muda yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) berkhianat, baik dari sisi komitmen maupun ideologis. Sejumlah kolumnis, dipimpin Dr Arief Budiman, pernah melancarkan gerakan boikot menulis dan membaca majalag Gatra. Pada Peristiwa 27 Juli, majalah ini menurunkan sejumlah tulisan yang bukan hanya menyudutkan tapi juga menyerang PRD dan Romo Sandyawan Sumardi SJ yang membantu menyelamatkan aktivis PRD. Seluruh bahan yang diturunkan sebagai liputan utama yang menyerang PRD bertumpu pada hasil interograsi (berdasar siksaan) aparat militer. Sejumlah wartawan mengecam model jurnalisme yang dipraktekkan majalah ini dan menyebutnya sebagai “jurnalisme intel”. Untuk mengerti pola kerja dan pemetaan intelijen militer Indonesia terhadap kelompok kritis dalam masyarakat bisa dilihat dari Lampiran C. Gambaran Militer Terhadap Ancaman Keamanan Juni 1998.

[14] Dari sejumlah penyidikan yang belakangan dilakukan Polri, terbukti adanya campur tangan langsung dari Kasospol Letjen TNI Syarwan Hamid, Pangab Jendral TNI Feisal Tangjung dan bahkan Presiden Soeharto serta petinggi militer dalam peristiwa penyerbuan Kantor DPP PDI 27 Juli 1996.

[15] Contohnya kekerasan dan aksi penculikan yang dilakukan korps Baret Merah terhadap sejumlah aktivis pada 1997 nyaris tak memiliki makna apa-apa dengan praktek militerisme dan penyalahgunaan kewenangan intelijen ala Orde Baru tatkala para pelakunya disebut sebagai “oknum”. Seluruh proses hukum yang dilakukan terhadap para penculik yang tergabung dalam “Tim Mawar” hanya dilihat sebagai bagian dari ekses atas kesalahan prosedur.

[16] Lihat nada kefrustasian terhadap Jawa Pos yang tergambar surat yang saya cuplik dari sebuah milis berikut ini:
>Date: Sun, 07 May 2000 22:01:03 +0700
>From: elsad
>X-Mailer: Mozilla 3.01C-KIT (Win95; I)
>MIME-Version: 1.0
>To: kmnu2000@egroups.com
>Subject: Boikot Jawa Pos
>Content-Type: text/plain; charset=us-ascii
>Content-Transfer-Encoding: 7bit
>
>Mohon disebarkan ke mailing-list apapun.
>
> PROPAGANDA eLSAD
> Atas Kasus Serbuan Ansor-massa NU ke Jawa POs
>
>Provokasi I
>
>[1] Hak Jawab atas kasus info Korupsi Tokoh-tokoh NU tidak efektif, karena tidak ada alat verifikasi yang memadai. Kalau Hak Jawab tidak dimuat Jawa Pos, pihak NU tidak bisa berbuat apa-apa. Dan kalau bantahan dikirimkan ke media massa lain pasti tidak mau memuatnya, dengan alasan
(konon) etis. Ini bukan hanya analisis, tapi pengalaman langsung.
>
>[2] Hak Jawab itu diasumsikan kalau Jawa Pos adalah koran yang fair, dan berani minta maaf karena khilaf. Tapi Jawa Pos adalah koran yang pemberitaannya dijalankan secara sadar, sistematis, beritanya dibuat beruntun, judul beritanya provokatif, nara sumber yang diambil khusus mendukung judul & isi berita. Ini adalah bentuk-bentuk konspirasi pemberitaan saja.
>
>[3] Minta maaf atau bentuk serupa dari Jawa Pos itu omong kosong, selama ini terbukti tidak efektif.Dulu Banser/Ansor juga mengajak dialog di rumah makan atas ulasan tentang politik NU yang ada komentar dari ajengan Ilyas Ruchiyat. Setelah dialog selesai, kasus berita tanpa konfirmasi terulang lagi. Akibatnya, massa NU bertindak anarkis melalui penyerbuan.
>
>[4] Tentang anarkisme: Siapa yang lebih anarkis? Anarkisme Jawa Pos lewat berita-beritanya ke seluruh basis massa? Atau massa NU yang menyerbu satu kantor Jawa Pos? Massa menyerbu karena amuk tapi Jawa Pos "amuk" ke NU karena konspirasi pemberitaan.
>
>[5] Sikap Minta Maaf itu membuka peluang bagi elit NU untuk bisa bermain sendiri, atas nama kemarahan massa NU. Setelah minta maaf selesai, pasti terbuka peluang untuk lobi-lobi konspiratif ekonomi-bisnis. Massa hanya jadi sapi perahan elit-elit yang mengatasnamakan ideologi massa NU.
>
>Kesimpulan: Penyerbuan Ansor/massa NU itu 1/2 legitimate.
>
>[1] Poin 1-5 di atas tidak mendidik NU dan Jawa Pos. NU citranya makin jelek dan Jawa Pos juga tetap tidak mau sadar. Jawa Pos punya posisi strategis sebagai koran paling kuat di Surabaya.
>
>[2]Tidak mendidik elit-elit NU untuk melakukan korupsi di tengah aksi-aksi. Kasarnya, elit-elit NU akan selalu dikoreksi oleh massa NU, baik Rozy Munir yang dituding korup ataukan elit demonstran NU sendiri.
>
>[3] Tidak mendidik warga NU agar sikap-sikap politiknya bisa menjadi rasional. Massa NU yang menyerbu kemarin adalah emotional-society, tapi massa NU bisa kehabisan energi untuk menandingi opini-opini balik dari elit Jawa Pos lewat koran-koran yang ada dibawahnya. Lihat saja koran Suara Indonesia yang dua halamannya diblok warna hitam, yang sedang berduka agar Jawa Pos bisa terbit lagi.
>
>
>Tales, Mei 2000
>eLSAD

[17] Kritik ini banyak dilemparkan pengamat pada Dahlan Iskan dengan Grup Jawa Pos-nya (JPNN) yang mengembangkan jurnalisme “sensaional”. Kita juga bisa melihat bagaimana Suara Maluku dan Ambon Ekspres saling bertikai membela “umat”nya ternyata dimiliki oleh satu orang, yaitu Dahlan Iskan. Juga tabloid Amanat dan Demokrat yang juga pernah perang lantaran pemuatan gambar “drakula” Amien Rais di Demokrat sebetulnya disokong oleh manajemen yang sama, yaitu JPNN.